Sabtu, 16 Agustus 2008

uhibbukum fillah

“Aku mencintaimu karena Allah SWT”…!!

Cinta adalah suara hati, karena cinta adalah sesuatu yang dirasakan dalam hati. Oleh karena itu sifatnya abesterak yang tidak bisa dikongkrikan. Cinta datang dan pergi tampa direncanakan. Sederhananya begitulah hakekat dan tabiat cinta.

Akan tetapi bagi muslim atau muslimah, cinta adalah anugrah Allah SWT, karena Cinat adalah bagian dari rizki yang tersembunyi, kerahasiaannya dalam genggaman Allah azza wajalla. Kedekatan cinta di hati kita adalah berbanding lurus dengan kedekatan Cinta kita kepada Allah SWT. Karena itu secara integgral apa yang dikatakan Maria dan fahri dalam felem ayat-ayat cinta adalah benar, “cinta turun dari langit terhunjam dahsyat dalam hati. Akan tetapi ada juga cinta yang mengakar lebih dulu dalam hati yag kemudian dipasrahkan sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT.

Saya punya cerita fonomenal dengan sifat cinta yang kedua diatas,dan terpanggil untuk menceritakannya. cerita ini kisah cinta seorang tokoh masyarakat pulau sapeken, yang dicerikannya sendiri waktu itu di Puskesmas hingga larut malam. Tokoh masyarakat itu pak Gusni namanya, beliau bercerita saat saya dan temen bercerita tentang ilmu-ilmu pelet pemikat perempuan, dikampung ilmu pellet begini bukan sesuatu yang asing, pak Gusni kemudian menengahi pembbicaraan kita:

Pak Gusni : Nak, watturuku ngaji ka Aji ma Sattik nu, sampe ningkelle, Wa Gus masi beke Aji Ma sattik nu sambel guguru nimbau lelepe, bidok sampe nimbau kappal. Gai di sasanne Wa Gus nagu dampe ka Ma Sattiknu tapi talau namasampe nasaba Wa Gus sanggah murid sosohoan Wa Aji Ma Sattiknu. Setemu elau kasangan, minggu kabulan, bulan ka taun, dampe ka Ma Sattil nu iru kapela ngurrangi ma atai, ellau guguru nimbau sangan ngaji pitue Alle ta’ale ka Aji Ma Sattik Marumane, battiru tiat ellau sampe tabahas ka pitue All eta’ale madialan korahan, artine “te tatoho-tatohokan malaku ka Aku, nyok Alle Ta’ale, pasti na bunanku mammalakudi”. Wa Gus darue ditobos beke boe tube ma dia elleu makale pitue Alle ta’ale iru, kesek beke yakin dadi dakau ma atai Wa Gus nu Nak. Sajak iru madialan sujud-sujut Wa Gus malaku ka Alle ta’ale,

papu malaku poppor ku ma bundahante, te anu nia ma ataiku itu sala mabundahante. tapi palakuku kakite, te dende nia ma ataiku itu dalleku ridhoiteku dadi ellene, ridhoite duye dadi endeku, palakukuye sebagai ruzkiku tekke makite.amienn..

Ellau sangan Wa Gus malaku ka Alle ta’ale, maluahan pangatonan Ma Sattik, Aji beke keluargane memon. Sementare dampe ka Ma sattik ma atai Wa Gus kapela ngurrangi, suatu hari nia ningkelle ngalaku Ma Sattik, tapi Ma Satik kitok, tenia aha adak ka Ma Sattik Ma Sattik kitok, te Ma Sattik adak lelle iru kito, battiru seterusne, tenia aha ngalaku. sampe Wa Aji baun “saine itu kau ellenu na, mun battiru terus Sattik, gai lagi iru kau na elle, adak dipasiala ka si Gus neko Sattik”. Wattu iru ma buli Ruma sambel nimbau Wa Gus takudat. Sambel nyebut amien.. amien…dalam-dalam.

Singkatne, akhirne Ma Sattik nu dipasiala beke Wa Gus dengan Cinta nasaba ternyate Ma Sattik nu diam-diam simpati ka Wa Gus.

Dadi anak-anak ku memon ilmu dende kamenah bagal adalah Do’a tulus ka Alle ta’ale gania kettune. Tulisnu memon surat Cintanu pasampenu ka Alle ta’ale madialan sujut-sujut khusyu’nu.

Cerita fonomenal diatas menggambarkan, bahwa Cinta mengakar lebih dahulu dihati kemudian dipasrahkan sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. Terlepas denagan benar dan tidaknya, boleh atau tidak, ada banyak cerita fonomenal tenteng cinta, seperti yang di abadikan syeh Ibnu Qayyim Azzauzy dalam kitabnya Raudhah al-muhibbin (taman orang jatuh cinta dan memendam rindu).

Cinta adalah emosi paling kuat, karena itu juga harus ditaklukkan dengan cinta. Yaitu Cintanya Allah SWT, bila tidak, maka tampa sadar cinta akan menyeret kita kelembah nista, maka renungkanlah kisah cinta Qais dan Laila, Romeo dan Juliet, Zainuddin dan Hayati dalam romansa Cinta tenggelamnya kapal fanderwich, oleh buya Hamka.

Cinta sebuah keniscayaan hati, karena bagi muslim atau muslimah yang baik Cinta adalah anugrah Allah SWT kepada setiap hambanya, maka alasan menolak dan menerimanya adalah berpulang kepada isyarat-isyarat Allah SWT yang tertuang dalam Al-quran dan Hadits. Tidak perlu riwa riwi bolak balik mencari alasan emosionil untuk menerima atau menolaknya, kenapa saya harus mencintainya, dll. Cukuplah seperti apa yang dikatakan oleh Syeh Sofyan al-uyainah ulama fiqh dan ahli hadits, salah satu gurunya Imam Syafi’I.

“Man ahabballah ahabba man ahabballah”

siapa yang mencintai Allah pasti akan mencintai orang mencintai Allah

oleh sebab itu selama oring itu mencintai Allah maka tidak ada alasan menolak cinta laki-laki atau perempuan itu. Karena sesungguhnya sebagai muslaim sejati akan menganggap bahwa cinta kepada selain Allah adalah refleksi dari kecintaannya kepada Allah SWT.

Kemudian Syeh Sofyan Al-Uyainah kembali berkata;

“Man ahabballah ahabba man ahabballah wa ahabba ma ahabbahullah”

Siapa yang mencintai Allah maka dia akan mencintai orang yang mencintai Allah dan akan mencintai apa-apa yang dicintai oleh Allah SWT.

Kemudian dalam salah satu sabda Nabi SAW, tentang keniscayaan-keniscaya cinta, adalah:

Min lawazimil mahabbah;

· ayyakhtara kalama habibihi ‘ala kalama gairihi,

· ayyakhtara mujalasata habibihi ‘ala mujalasata gairihi,

· ayyakhtara ridho habibihi ‘ala ridho gairihi.

Diantara keniscaan-keniscayaan cinta adalah adalah;

· memilih perkataan kekasihnya dari pada perkataan selain kekasihnya

· memilih majlis kakesihnya dari pada majlis selain kekasihnya

· memilih ridho kekasihnya daripada ridho selain kekesihnya.

Seperti itulah secara sederhana hakikat cinta, ketika mencintai dan dicintai dalam pandangan islam, agama yang kita yakini dan kita cintai ini. Maka orang yang menjadikan Allah sebagai tambatan hatinya, pasti mengikuti konsep cinta , yang di konsep oleh Syeh Sofyan Al-Uyainah dan keniscayaan cinta dalam sabda Nabi SAW diatas.

Cinta tidak akan pernah mati dan tidak akan pernah habis di ulas, karena Cinta senyawa dengan rasa, dan rasa senyawa dengan kehidupan. Selama ada kehidupan selama itu ada Cita. Bahkan Cinta melampawi kehidupan, ketika Cinta dalam bingkai ke ta’atan yang membuahkan mawaddah wa rahmah maka Cinta akan melanggeng hingga ke taman Syurgawi. Maka untuk semua itu anapun mengatakan kapada antum, ana uhibbukum fillah.

>>Akhukum

03418617145 / 085230143678.

Jumat, 15 Agustus 2008

independensi terpimpin


INDEPENDENSI TERPIMPIN

Oleh, Ibnu Hasan Nawawi*

Terinsfirasi olen rumor tentang keberpihakan ketua presedium sebagai tim sukses salah satu calon kepala desa (cakdes) dalam pergolakan pemenengan pemilihan kapala desa (pilkades) di sapeken, maka sebagai putra daerah dan bagian dari setruktur HIMAS merasa tergelitik dan terpanggil untuk mengkaji kembali dalam perspektif orientatif AD/ART HIMAS bab II yang berbunyi; “himas adalah organisasi yang bersifat independen dan merakyat”, Karena sesungguhnya eksistensi Himas terjawab oleh tujuan keberadaan, kiprah dan perannya terhadap perubahan di sapeken. Maka kemudian interpretasi secara aplikatif terhadap independensi Himas, sifatnya mengayomi, mengarahkan suara masyarakat kepada pemimpin yang telah dikatahui track recortnya dalam sosial kemasyarakatan di sapekan, penilayannya bukan saat sekarang ini dimana para calon kepala desa (Cakdes) telah bersolek dengan lipstik politik prakmatismenya.

Tentang “independensi dan merakyat” ini, telah kita bahas beberapa waktu yang lalu, waktu rapat Proker HIMAS di Gama resto Jl jetis Malang bersama Ketua presedium dan lapisan inti Himas dari jember, malang, dan surabaya serta angota HIMAS lainnya di malang, jember dan surabaya serta beberapa dari sapeken yang datang bersama ketua presedium (minhadzul abudien). Ada beberapa hal yang telah disepakati dalam Rapat Proker waktu itu, yang terkait langsung dengan agenda PILKADES di sapeken, diantaranya adalah:

1) Melakukan angket kuisionir terhadap masyarakat sapeken dan sekitarnya untuk membaca responsibilitansi masyarakat terhadap PILKADES dan menjadi rekomendasi tawaran kepemimpinan dan konterak plitik HIMAS terhadap CAKDES.

2) Mengadakan forum audiensi kepemimpinan bersama para CAKDES sebagai uji kelayakan dan kapabilitansi para CAKDES sebagai kepala desa sapeka, dll.

Dua poin rencangan kerja (Raker) di atas yang telah mendapat kesepakatan seluruh peserta musyawarah, secara eksplisit sebenarnya mengandung makna kaberpihakan, akan tetapi keberpihakan pada keinginan-keinginan masyarakat secara demokratis yang kemudian dikawal kepada calo yang telah dianalisa bener-bener layak dan mampu, lewat RAKER yang telah dilakukan, dan calon tersebut siap mewujudkannya dan memjadi kontrak kepemimpinan HIMAS atas nama Masyarakat dengan calon tersebut, secara tertulis.

Jadi dapat dipahami keberpihakan HIMAS, adalah keberpihakan masyarakat yang terpimpin, artinya dengan dilakukan pendidikan politik kepemimpinan kepada masyarakat secara orientatif untuk mewujudkan masyarakat sapeken yang sejahtera, masyarakat sapeken yang bersatu, masyarakat sapekan yang beribadah. Tentunya dengan efektivitas program kerja yang telah dirancang dan telah disepakati bersama dan telah termaktub dalam AD/ART HIMAS.

Jadi kalo ada angota himas yang menjadi tim sukses salah satu calon dan menyatakan keberpihakannya karena alasan keluarga dan unsur-unsur prakmatisme degil lainnya maka orang yang bersangkutan sejatinya bukan anggota HIMAS.

Allahua’lam bissawaf.

Semoga kita termasuk pemuda yang ikut andil menoreh sejarah kebangkitan dan percepatan pembangunan di kecamatan sapeken.

*Usman Adhim Bin Hasan NW.

Mahasiswa sekolah tinggi Abdurrahman Bin ‘Auf Malang. jurusan ilmu pengetahuan islam dan pendidikan bahasa arab. Telf, 03418617145/085655546437. Email, el_hezhna@yahoo.com

DIAPAN HATI IBNU HASAN NW

Catatan pagi, 01/08/07

Aku adalah pemuda yang tidak percaya pada slogan

Karena patriotistik sangat mustahil akan tumbuh pada jiwa hipokris

Dan keyakinan meraba gamang

Bukankah seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat

Kalau ia mengenal objeknya dengan baik dan sehat pula

Kita hanya dapat mencintai Islam dengan sehat

Bila kita mampu mengenal Islam secara sehat pula

Sementara menjadi bagian dari estafeta da’wah ini

Sebagai perwujudan militansi yang kita dengung-dengungkan

Dengan sendirinya akan diburu, dan memburu

Hingga buru-memburu, selalu dan begitu selalu

Dengan kata lain dasar keberafiliasian kita dipertanyakan disini

Selalu, begitu seterusnya

Mereka yang karena terkungkung

Hingga masuk dan tercelup pada satu warna

Karena tidak berdaya

Dan mereka yang karena terbawa arus hingga terseret

Karena tidak memiliki tambatan sebagai keyakinan yang disadari

Aku bukanlah…

Generasi figuran

Generasi picisan

Generasi ekoran

Yang hanya nyengir, mengangguk-angguk

Membeo pada keyataan

Seperti burung beo kandangan

Mari berenung sejenak

‘Najlis ma’an nu’min sa’atan’

Dan kepada para salafiyien mari kita bermaaf-maafan

Maafkan wahai nubuwah

Maafkan wahai Khulafa’ur Rasyidien

Maafkan wahai tabi’in dan tabi’ut tabi’in

Maafkan, maafkan, dan maafkan wahai salafiyiena sholihien

Dan kepada-Mu Ya Rabb

Cambuk selalu semangat kami

Hingga terpacu terus langkah juang kami

Dan aku minta maaf pada ikhwati fillah

Secukupnya…”

Atas diriku segalanya

Bakkan

Malang, 01 Agustus ‘07

kontrakan ikhwan kammi


JERIT LEPAs SUKMA

Ooooohh...

Lepaskanlah jiwaku dalam kurungan

Biarkan bebas terbang melayang

Melampaui gunung-gunung terbang menjulang

Mencari cinta kasih dan sayang

Oooohh...

Aku tak ingin dipagari rupa lagi

Kusuka bebas terbang tinggi menganai

Nikmati segala hidup aneka puspa warna diri

Dalam alam yang tak terbatasi

Aaaaahh...

Duuuhh...

Rintih ragaku seperti disekap erat

Aku hanya ingin bebas merdeka tak bersekat..!!

Mengabdi pada jiwaku

Karena kehendakku untuk diriku

Dalam gerak sukma kasihku

Heeeehh......

Dengarkahhhhh...??!!

Kusuka hidup bebas merdeka

Gerakkan sukma suka jiwa

Yang menyatu dalam mata batinku

Menjelma dalam indah kata-kata-Mu

B’kan

Malang, 19 september ‘07

Aku tulis sajak ini

di bulan yang mudah-mudahan suci

dan agung dalam jagad sukmaku

suci dan agung pada penglihatan mata batinku

suci dan agung dalam berkah rasaku

suci dan agung yang kuyakini dari diriku

dan jiwaku bergandeng-Nya.


Ibu ceritakan padaku tentang ikhwan sejati !!!

Seorang gadis remaja bertanya pada ibunya

Ibu ceritakan padaku tentang ikhwan sejati !

Berkali gadis alif itu meminta

Sang ibu tersenyum mengelusnya dan menjawab

Anakku…

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari bahunya yang kekar

Tetapi dari kasih sayangnya pada orang-orang di sekitarnya

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari suaranya yang lantang

Tetapi dari kelembutannya menyuarakan kebenaran

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari sahabat-sahabat disekitarnya

Tetapi dari persahabatannya pada generasi muda bangsanya

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari bagaimana dia dihormati di tempat kerjanya

Tetapi bagaimana dia dihormati didalam rumahnya

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari kerasnya pukulannya

Tetapi dari sikap bijaknya memahami persoalan

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari dadanya yang bidang

Tetapi dari hati yang ada dibalik itu

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari banyaknya akhwat yang memujanya

Tetapi dari komitmennya terhadap akhwat yang di cintainya

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari jumlah barbel yang dikeluarkanya

Tetapi dari ketabahannya menjalani lika-liku kehidupan

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari kerasnya dia membaca al-qur’an

Tetapi dari konsistennya dalam menjalankan apa yang ia baca

Setelah itu, gadis alif itu kembali bertanya

Siapakah yang dapat memenuhi kriteria itu ibu?

Sang ibu memberinya buku

Pelajarilah tentang “dia“ !

Bakkan

Malang 26 september ‘07


TAFAKKUR

Tuhan, saat aku menyukai seorang teman

Ingatkanlah aku bahwa akan ada suatu akhir

Hingga aku tetap bersama sesuatu yang tak pernah akhir dan berakhir

Tuhan, ketika aku merindukan seorang kekasih

Rindukanlah aku kepada yang rindu cinta sejati-Mu

Agar kerinduanku terhadap-Mu semakin menjadi

Tuhan, jika aku hendak mencintai seseorang

Temukanlah aku dengan orang yang mencintai-Mu

Agar bertambah kuat cintaku pada-Mu

Tuhan, ketika aku sedang jatuh cinta

Jagalah cinta itu agar tidak melebihi cintaku pada-Mu

Tuhan, ketika aku berucap aku cinta pada-Mu

Biarkanlah kukatakan kepada yang hatinya terpaut pada-Mu

Agar tidak jatuh dalam cinta yang bukan karena-Mu

Sebagaimana orang bijak berucap

Mencintai seseorang bukanlah apa-apa

Dicintai seseorang bukanlah apa-apa

Dicintai oleh orang yang aku cuntai sangatlah berarti

Tetapi dicintai sang pencipta adalah segalanya

Bakkan

Malang-07-romadhon-1428